Reposisi Haluan Negara dalam Paradigma Pancasila

3474

Tanggal 9 November 2020 lalu Alansi Kebangsaan bersama Forum Rektor Indonesia dan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) mengadakan diskusi kelompok (focus group discussion – FGD) dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Gedung MPR, mengenai Restorasi Haluan Negara dalam Paradigma Pancasila. Diskusi antara lain dihadiri langsung Ketua MPR Bambang Soesatyo.

Seperti diketahui, 
setelah dihapuskannya “Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara” (GBHN)
semesa Reformasi, pembangunan nasional selama ini dilaksanakan berdasarkan
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), yang diatur melalui
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN). SPPN ini kemudian diterjemahkan melalui RPJPN (Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, yang ditetapkn
berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007. Pelaksanan RPJPN kemudian diatur
dalam jangka lima tahunan, yang disebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN), serta Rencana Kerja Pembangunan (RKP) tahunan. 

Setelah berjalan dalam satu setengah dekade lebih
terakhir, terlihat ada persoalan-persoalan yang mengemuka terkait Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Pelaksanaan pembangunan nasional yang
mengacu pada SPPN memunculkan sejumlah kelemahan dan kekurangan.

Salah satu kelemahan mendasar itu adalah bahwa sistem
perencanaan itu disusun tanpa didasari desain besar jangka panjang berbasis
ideologi, tujuan, dan cita-cita nasional, seperti yang terdapat dalam GBHN di
masa lalu. Kelemahan mendasar seperti itu bisa menimbulkan dampak yang
menghambat terwujudnya tujuan dan cita-cita nasional, yaitu masyarakat
Indonesia yang bersatu, maju, adil dan sejahtera sesuai nilai-nilai Pancasila.

SPPN berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2004 lebih merespons
kepentingan jangka pendek, lebih bercorak teknokratik dan pragmatik-politik
sebagai penjabaran visi-misi presiden terpilih dan partai pendukungnya. Kurang
mencerminkan tujuan dan cita-cita nasiolan, dan belum tersusun secara
terintegrasi.

Karena itu,  setelah
pendekatan teknokratik dan pragmatik-politik, kini perlu dilengkapi pendekatan
dengan perencanaan yang lebih komprehensif, termasuk di dalamnya pendekatan
kebudayaan yang melibatkan partisipasi semua kelompok mayarakat.

Selain itu, juga harus mampu menciptakan integrasi, sinkronisasi,
dan sinergi dalam perencanaan pembangunan antara pusat dan daerah secara
efisien dan berkelanjutan. Yang terakhir ini merupakan penjabaran sistem khas
kenegaraan kita, yaitu “Negara Kesatuan Republik Indonesia” sesuai Pasal 1 UUD
1945, dengan pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah. Tetapi karena
pemberian otonomi harus berdasarkan prinsip negara kesatuan, maka kebijakan
penbangunan di daerah juga harus tetap merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional. Hal ini sebagai “perencanaan terpadu dan pelaksanaan yang
terdistribusi”.

Jangkauan SPPN  juga
terbatas dan berjangka pendek, sementara substansinya juga bisa “bias politik”.
Padahal pada tanggal 18 Agustus 1945, Prof Soepomo selaku salah satu arsitek
UUD 1945 sudah menyatakan bahwa MPR menetapkan GBHN, sedangkan “……Presiden  tidak mempunyai politik sendiri, tetapi mesti
menjalankan haluan negara yang ditetapkan oleh MPR”. Karena presiden ikut
menetapkan undang-undang, maka pelaksanaan RPJPN tersebut cenderung bias
terhadap agenda kampanye kepresidenan, sehingga banyak hal yang kurang mendapat
perhatian.

Kerena adanya kelemahan dan kekurangan dalam perencanaan
dan penerapaan SPPN berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2004 tersebut maka FGD
tanggal 9 November lalu di Gedung MPR-RI berkesimpulan perlu dilakukan
reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional berdasarkan UU No.25 Tahun
2004.

Diskusi menghasilkan salah satu rekomendasi pokok bahwa
Haluan Negara mesti dihidupkan lagi. Jika mengacu pada upaya menghadirkan
kembali Haluan Negara, maka diperlukan pemetaan 
substansi haluan negara yang seperti apa yang dikehendaki sebagai
kebijakan dasar bagi perencanaan pembangunan nasional. 

Selain itu, diperlukan pilihan skenario yang dapat diambil
dalam mengarahkan pembangunan nasional yang sesuai dengan paradigma Pancasila
serta model haluan seperti apa yang cocok untuk sistem presidensial di
Indonesia dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional.

Haluan Negara dalam konteks saat ini tidak hanya penting,
namun mendesak dan harus dilakukan untuk mewujudkan pembangunan nasional yang
selaras dan konsisten dengan paradigma Pancasila, serta berkesinambungan dan
berkelanjutan secara lintas periode pemerintahan. Dalam penggunaan model GBHN,
substansi yang diatur dalam “Haluan Negara” menjadi penting dalam rencana
pembangunan nasional serta lembaga mana yang bertugas menyusun substansi Haluan
Negara yang dimaksud.

Restorasi haluan negara menjadi diskursus yang sangat
penting dalam menetapkan acuan proses pembangunan nasional. Perencanaan
Pembangunan Nasional Jangka Panjang yang berkelanjutan, berkesinambungan,
selaras, dan konsisten membutuhkan Haluan Negara yang mengarahkan pengelolaan
pembangunan nasional untuk mewujudkan cita-cita nasional, yaitu membangun
negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

FGD pertama lalu menilai bahwa restorasi Haluan Negara
merupakan agenda nasional yang tidak hanya penting, akan tetapi mendesak dan
harus dilakukan, untuk memberikan arah bagi Rencana Pembangunan Nasional
sebagai instrumen dalam mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa yang
diperjuangkan dan dirumuskan di dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945 yaitu
Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Sementara itu, dukungan publik terhadap usaha menghidupkan
kembali Haluan Negara sangat besar. Aliansi Kebangsaan pernah menyelenggarakan
konvensi GBHN pada tahun 2016 yang dihadiri berbagai kalangan dan tokoh bangsa
serta FGD Tata Kelola Perencanaan Pembangunan Nasional  tahun 2019 yang lalu. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak tahun 2013 juga telah beberapa kali
merekomendasikan revitalisasi GBHN atau “model lain haluan negara‟.  Forum Rektor Indonesia juga menyusun Kajian
Akademik GBHN yang sudah diserahkan kepada MPR. PBNU dan PP Muhammadiyah juga
memberikan dukungan serupa. Terakhir, Majelis Tinggi Konghucu Indonesia juga
mendukung restorasi Haluan Negara seperti GBHN pada masa lalu.

Haluan Negara akan mengarahkan model perencanaan
pembangunan yang dianggap paling sesuai bagi Indonesia sehingga pembangunan
nasional yang kita laksanakan merupakan gerak yang berkelanjutan dan
berkesinambungan menuju pencapaian cita-cita nasional tersebut.

Dengan adanya Haluan Negara, Perencanaan Pembangunan
Nasional akan lebih dapat dirancang untuk menghadirkan kemerdekaan,
ke-bersatu-an, ke-berdaulat-an, keadilan dan kemakmuran bagi bangsa Indonesia,
seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa sebagaimana dirumuskan
dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945.

Haluan Negara akan menjamin pelaksanaan pembangunan yang
mengandung keselarasan antara pusat dengan daerah, antara satu bidang dengan
bidang yang lain, serta antara satu pemerintahan dengan pemerintahan yang lain.
Haluan Negara akan mengarahkan model perencanaan pembangunan yang dianggap
paling sesuai bagi Indonesia, sehingga pembangunan nasional yang kita
laksanakan merupakan gerakan berkelanjutan dan berkesinambungan menuju
pencapaian cita-cita nasional. 

Kaidah Penuntun

Sebagaimana dirumuskan dalam hasil FGD lalu, Haluan Negara
berperan dan berfungsi sebagai kaidah penuntun pembangunan nasional. Bila
Pancasila mengandung prinsip-prinsip filosofis, Konstitusi mengandung
prinsip-prinsip normatif, maka Haluan Negara mengandung prinsip-prinsip
direktif (directive principles). Nilai-nilai filosofis Pancasila bersifat
abstrak. Pasal-pasal Konstitusi juga kebanyakan mengandung normanorma besar
yang tidak memberikan arahan bagaimana cara pelembagaan dan pelaksanaannya.

Oleh karena itu, diperlukan suatu kaidah penuntun
guiding  principles)  yang berisi arahan dasar tentang bagaimana
cara melembagakan nilai-nilai Pancasila dan Konstitusi tersebut ke dalam
berbagai pranata publik, yang dapat memandu para penyelenggara negara dalam
merumuskan dan menjalankan kebijakan pembangunan secara terpimpin, terencana
dan terpadu. Dalam konteks itu, sebagai prinsip direktif, Haluan Negara itu
juga menjadi pedoman dalam pembuatan perundang-undangan. 

Haluan Negara memiliki fungsi penting dalam mewujudkan
konsepsi negara kekeluargaan dan kesejahteraan. Selain memberikan
prinsip-prinsip direktif yang memberikan haluan pembangunan nasional secara
terencana, bertahap, terstruktur dan berkelanjutan.

Haluan Negara juga memiliki fungsi alokatif dalam
pendistribusian aneka sumberdaya. Di dalam sistem kapitalisme, fungsi alokasi
sumberdaya diserahkan pada mekanisme pasar. Dalam sistem ekonomi Pancasila,
alokasi sumberdaya tidak diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar atau
komando negara, melainkan juga melalui mekanisme permusyawaratan rakyat dalam
MPR.

Keberadaan Haluan Negara merupakan paket integral dari
konsepsi negara kekeluargaan yang dikehendaki Pancasila dan UUD 1945. Dalam
konsepsi negara kekeluargaan yang menekankan konsensus, haluan direktif
kebijakan dasar yang berjangka panjang tidak diserahkan kepada Presiden sebagai
ekspresi kekuatan mayoritas, melainkan harus dirumuskan bersama melalui majelis
terlengkap yang mewakili seluruh elemen kekuatan rakyat.

Haluan Negara mempunyai fungsi sebagai mekanisme demokrasi
dan alat komunikasi dengan rakyat, yang mampu menampung aspirasi seluruh
rakyat. Haluan Negara menyambungkan seluruh aspirasi rakyat dan menjadi alat
komunikasi antar masyarakat dari segala lapisan, etnis, wilayah, maupun
golongan.

Haluan Negara berfungsi menjadi saluran aspirasi kelompok
minoritas atau kelompok marginal sekalipun. Dengan demikian, Haluan Negara akan
menjadi alat komunikasi dalam menghubungkan dan mempersatukan semua elemen
bangsa dan daerah. Haluan Negara merupakan penjabaran Bhinneka Tunggal Ika,
sekaligus sebagai mekanisme demokrasi untuk membangun komunikasi seluruh rakyat
untuk konsolidasi demokrasi dan menjaga persatuan bangsa.

Platform Haluan Negara inilah yang harus dibangun dan
dijaga untuk mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur berlandaskan Pancasila. Haluan Negara pada akhirnya akan berfungsi
memperkuat ikatan ke-Indonesiaan kita dengan tetap menghormati identitas
kemajemukan demi tetap terjaganya persatuan bangsa.

Haluan Negara harus mengandung kaidah penuntun (guiding
principles) yang berisi arahan-arahan dasar (directive principles) yang
bersifat ideologis dan strategis-teknokratis. Sebagai kaidah penuntun, Haluan
Negara mengandung dua muatan arahan dasar: haluan yang bersifat ideologis dan
haluan yang bersifat strategis-teknokratis.

Haluan ideologis berisi prinsip-prinsip fundamental
sebagai kaidah penuntun dalam menjabarkan falsafah negara dan pasal-pasal
Konstitusi ke dalam berbagai perundang- undangan dan kebijakan pembangunan di
segala bidang dan lapisan. Haluan strategis- teknokratis berisi pola
perencanaan pembangunan yang menyeluruh, terpadu dan terpimpin dalam jangka
panjang dengan pentahapannya secara berkesinambungan, dengan memperhatikan
prioritas bidang serta tata ruang kewilayahannya.

Dalam kerangka sistem pemerintahan presidensial Indonesia,
Haluan Negara adalah panduan bagi penyelenggaraan pembangunan nasional, bukan
hanya untuk Presiden. Dengan demikian, Haluan Negara yang dihasilkan oleh MPR
tidak akan menjadikan Presiden sebagai mandataris MPR. Namun, Haluan Negara
memberikan ruang bagi kreativitas dan improvisasi program pembangunan oleh
Presiden dan Kepala Daerah sepanjang sejalan dengan arahan-arahan dasar yang
dimuat dalam Haluan Negara sesuai dengan Pancasila sebagai falsafah dan norma
dasar dan UUD NRI 1945 sebagai hukum dasar.  

Reformulasi perencanaan pembangunan nasional dengan
menghadirkan kembali Haluan Negara, “bukan berarti format dan isi haluan negara
harus sama dan sebangun dengan GBHN versi terdahulu”. Secara substansial,
haluan negara hadir sebagai kaidah penuntun ,(guiding principles) yang berisi
arahan-arahan dasar (directive principles) yang bersifat ideologis dan
strategis-teknokratis. Selain itu, haluan negara harus mencakup keseluruhan
aspek baik ekonomi, politik, sosial, budaya, dan aspek lainnya sehingga dalam
perumusannya harus merepresentasikan seluruh kelompok masyarakat termasuk
kelompok minoritas dan marjinal. 

Haluan Negara perlu dihadirkan dengan berlandaskan aspek
ideologi yang kuat dan sesuai dengan konteks keindonesiaan, yaitu ideologi
Pancasila. Haluan negara dalam hal ini dimaknai sebagai kebijakan dasar yang
diturunkan dari nilai-nilai Pancasila yang menjadi rujukan kebijakan nasional,
baik sebagai acuan dalam merumuskan visi-misi calon presiden dan visi-misi
calon kepala daerah dengan kerangka directive principles yang bersifat
ideologis dan strategis-teknokratik yang dapat ditinjau kembali untuk melihat
dan mengevaluasi penerapannya agar dapat menyesuaikan dengan dinamika yang
berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Selain itu, haluan negara yang dirancang hadir sebagai
alat komunikasi dari masyarakat yang majemuk yang melibatkan semua unsur
masyarakat dalam perencanaan pembangunan nasional. Oleh karena itu melalui FGD
ini konteks representasi (keterwakilan) dalam penyusunan Haluan Negara penting
untuk dikaji dan didalami agar dapat mencerminkan seluruh aspirasi rakyat.

Pentingnya Haluan Negara yang mencerminkan aspirasi seluruh rakyat serta peran MPR sebagai representasi kedaulatan rakyat merupakan isu sentral yang penting untuk dibahas secara arif. Pembahasan akan pentingnya haluan negara tidak dikaitkan dengan konteks pemilihan presiden. Dengan demikian Tema FGD Ke-2 ini adalah: “Reposisi Haluan Negara Sebagai Wadah Aspirasi Rakyat”. *

Sumber gambar: https://pict-a.sindonews.net/dyn/620/content/2019/08/28/18/1434142/haluan-negara-dan-ekonomi-kita-0sR-thumb.jpg