Pembangunan Ranah Material-Teknologikal (Pengantar Pontjo Sutowo)

71882

‘Pembangunan Ranah Material-Teknologikal (Tata Sejahtera) ’1 JAKARTA, 13 September 2019
Oleh: Pontjo Sutowo2

Yang saya hormati Ketua Forum Rektor Indonesia, serta Pimpinan Harian Kompas, Yang saya hormati Para Undangan, Para Narasumber FGD Pembangunan Ranah Material-Teknologikal yang berkenan hadir pada hari ini, Hadirin dan hadirat yang saya muliakan,

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Hadirin yang budiman,
Izinkan saya mengingatkan terlebih dahulu pokok-pokok pikiran yang melandasi diskusi serial kita ini. Bahwa hakikat Pembangunan Nasional itu sesungguhnya merupakan gerak berkelanjutan dalam peningkatan mutu budaya dan peradaban bangsa. Adapun transformasi mutu peradaban tersebut merupakan fungsi dari pengembangan ranah mental-spiritual (tata nilai), ranah institusional-politikal (tata kelola), dan ranah material-teknologikal (tata sejahtera).
Dalam dua putaran FGD sebelumnya telah dibahas beberapa isu yang terkait dengan ranah pertama dan kedua. Kali ini, kita akan mulai mendiskusikan isu yang terkait dengan ranah ketiga, yakni ranah material-teknologikal (tata sejahtera).
Berdasarkan Paradigma Pancasila, pengembangan ranah material-teknologikal (tata sejahtera) dirahkan untuk mentranformasikan kehidupan bangsa menuju masyarakat

1 Kata Sambutan FGD Pembangunan Ranah Material-Teknologikal (Tata Sejahtera) “Mengukuhkan Kebangsaan yang Berperadaban: Meraih Cita-Cita Nasional dengan Paradigma Pancasila”, 13 September 2019, Jakarta 2 Ketua Aliansi Kebangsaan/Ketua Pembina YSNB/Ketua Umum FKPPI
Page 2 of 5

berkemakmuran yang berkeadilan (kemakmuran inklusif), dengan nilai utamanya berladaskan sila kelima. Bahwa kemakmuran dan kesejahteraan umum hendak diraih dengan mengupayakan perekonomian merdeka; berlandaskan usaha tolongmenolong (semangat koperatif), disertai pengusaan negara atas “karunia kekayaan bersama” (commonwealth) serta atas cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasasi hajat hidup orang banyak; seraya memberi nilai tambah atas karunia yang terberikan dengan input pengetahuan dan teknologi.
Pemangku (agen) utama pengembangan ranah ini adalah rejim ekonomi-produksi (dunia usaha) dengan priotitas utamanya mengembangkan tiga sasaran utama pembangungan tata sejahtera:

  1. Menumbuhkan kemandirian dan kemakmuran ekonomi secara berkelanjutan melalui penguasaan dan pengembangan inovasi teknologi. 2. Mengupayakan politik alokasi sumberdaya (anggaran) yang berpihak pada kesejahteraan umum. 3. Mengembangkan demokratisasi ekonomi melalui pembagian peran dan kerjasama antara badan-badan usaha (BUMN, swasta, koperasi); pelembagaan hubungan industrial yang bersifat kooperatif; serta pemberdayaan badan usaha koperasi itu sendiri.

Hadirin yang budiman,
FGD putaran pertama dalam pembangunan ranah material-teknologikal akan membahas isu yang pertama. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa menjadi bangsa yang “makmur” (prosper) itu beda dengan bangsa yang “kaya” (rich, wealthy). Sejumlah negara bisa menjadi kaya hanya karena memiliki satu atau dua sumberdaya alam yang berlimpah; namun kekayaan seperti itu tidak bisa berkelanjutan, dan tidak bisa mendorong mobilitas vertikal secara luas. Untuk menjadi “makmur” (prosper), suatu perekonomian harus bisa menciptakan nilai tambah secara berkelanjutan yang bisa meluaskan mobilitas vertikal secara lebih inklusif.
Untuk itu, pengembangan ekonomi pengetahuan (knowledge-based economy) demi kemandirian (keadaulatan) dan kemakmuran bangsa itu terasa mendesak ditinjau dari banyak pertimbangan.
Pertama, seperti telah disebutkan dalam TOR Induk, bahwa ide dan peradaban dari suatu kelompok yang dominan dalam penguasaan (sumberdaya) material dan
Page 3 of 5

teknologi akan kuat mempengaruhi ide dan peradaban kelompok lain. Menurut Arnold Toynbee, semakin tinggi teknologi sebuah peradaban, makin mudah meradiasi (memengaruhi) lapisan-lapisan budaya peradaban lain.
Kedua, tidak ada negara yang bisa makmur secara berkelanjutan hanya semata-mata mengandalkan kekayaan sumberdaya alam. Daya sintas kemakmuran lebih terjamin dengan lebih mengandalkan sumberdaya kecerdasan.
Ketiga, menurut pandangan Bung Karno, ciri perekonomian terjajah itu setidaknya ada tiga: (1). Negara tersebut dijadikan sumber bahan baku murah oleh negara-negara industri- kapitalis; (2). Negara tersebut dijadikan sebagai pasar untuk menjual produk-produk hasil industri negara-negara industri-kapitalis; (3). Negara tersebut menjadi tempat memutar kelebihan kapital dari negara-negara industri maju. Situasi perekonomian Indonesia hari ini belum banyak beranjak dari gambaran seperti itu.
Keempat, wacana publik akhir-akhir ini, termasuk pidato Presiden, sering mengeluhkan hambatan kemakmuran yang ditimbulkan oleh gejala deindustrialisasi, defisit perdagangan dan pembayaran, perangkap pendapatan menengah (middle income trap), dan jebakan ekonomi ekstraktif. Namun, nyaris tak ada perhatian politik dan kebijakan strategis untuk melakukan transformasi perekonomian serta prioritas pengembangan industri.

Hadirin yang budiman,
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Indonesia harus mentransformasikan diri dari perekonomian berbasis ekstraktif, pertanian tradisional, dan manufaktur konvensional menuju ekonomi berbasis pengetahuan dan teknologi (knowledge economy). Selama ini, ukuran yang berkaitan dengan total factor productivity dan knowledge economy index menunjukan betapa rendahnya kontribusi nilai tambah iptek dan tingkat inovasi Indonesia bagi pertumbuhan ekonomi.
Arah kebijakan pengembangan teknologi dan industri kita bisa belajar dari bangsa lain, tetapi tidak perlu sama. Kita bisa memberikan prioritas pada pengembangan Iptek yang bisa memberi nilai tambah terhadap comparative advantage (kekhasan potensi) Indonesia. Lautan yang luas, menunggu sentuhan pengembangan teknologi dan industri kemaritiman. Tanah yang relatif subur, perlu bioteknologi dan agroindustri. Tanaman pangan yang beragam perlu rekayasan teknologi pangan dan industri pengolahan bahan makanan. Kekayaan mineral menanti teknologi
Page 4 of 5

pertambangan dan ilmu/teknologi material. Negeri yang indah perlu teknologi dan industri kepariwisataan. Jiwa estetik yang kuat, perlu teknologi dan industri kesenian. Kekayaan sumber energi terbarukan perlu pengembangan teknologi dan industri energi alternatif. Kekayaan keaneragaman tanaman obat menunggu pengembangan teknologi dan industri farmasi, dan seterusnya.
Dengan prioritas pengembangan teknologi dan industri seperti itu, lembaga pendidikan dan riset bisa menentukan area prioritas apa dan jenis SDM seperti apa yang menjadi prioritas pengembangan. Selain itu, keterkaitan antara aktivitas riset dengan dunia usaha juga perlu diperkuat. Problem riset Indonesia terlalu memusat pada lembaga riset negara. Kurang ada terobosan untuk membawa aktivitas dan hasil riset ke jantung masyarakat. Bagaimana pun juga, riset inovatif itu harus sampai ke pasar. Oleh karena itu, kegiatan riset dan inovasi mestinya menjadi bagian organik dari dunia usaha. Kebijakan yang harus ditempuh bukan dengan jalan terus menambah birokrasi baru lembaga riset negara, melainkan harus mendorong pembudayaan riset-inovasi di dunia usaha, dengan berbagai kerangka kebijakan fiskal (insentif pajak dan permodalan). Di Amerika, misalnya, anak-anak muda cemerlang dengan ide-ide teknologi inovatif bisa membangun start-up dengan pinjaman modal ventura. Memang tidak semua berhasil; tetapi selalu ada beberapa yang sukses mengembangkan perusahaan berbasis pengetahuan berskala global, seperti microsoft, apple, facebook, dan lain-lain.
Berkaca dari pengalaman negara-negara yang berhasil bertransformasi dari negara miskin menjadi negara makmur, seperti negara-negara Asia Timur, bisa ditarik kesimpulan bahwa lokomotif kemakmuran itu terletak pada usahawan inovator yang berhasil mengembangkan inovasi-teknologi yang dapat menciptakan pasar baru (market-creating innovation). Yakni usahawan yang dalam proses organisasi usahanya bisa mentransformasikan pekerja, modal, material dan informasi ke dalam produk dan jasa dengan nilai tambah yang lebih besar; sehingga bisa menciptakan produk atau jasa yang belum ada di pasar; atau menciptakan produk dan jasa yang sudah ada di pasar, namun dengan lebih murah dan terjangkau oleh kalangan yang lebih luas (non-consumers). Dengan demikian, usahawan inovator bisa melahirkan keuntungan berlimpah untuk diinvestasikan ulang ke dalam sektor-sektor usaha baru, lapangan kerja baru (baik secara lokal maupun global), ruang-ruang usaha ikutan, demokratisasi ekonomi, serta perubahan budaya baik pada tata kelola pemerintahan maupun perilaku masyarakat. Dengan cara itulah, kemakmuran secara berkelanjutan bisa tercipta.
Page 5 of 5

Dengan kata lain, jalan menuju kemakmuran bisa direngkuh dengan usahawan inovator yang mengambil inisiatif memantik api terobosan inovatif, lalu pemerintah memperbesar bara api inovasi itu dengan memberikan dukungan kerangka regulasi, kebijakan dan infrastruktur yang diperlukan usahawan inovator dalam kerangka penciptaan pasar baru (baik lokal maupun global) yang dapat melambungkan kemakmuran bangsa.
Demikianlah, pokok pikiran yang melandasi FGD kali ini. Untuk itu, saya haturkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak, terutama kepada Forum Rektor Indonesia sebagai mitra penyelenggara, kepada para nara sumber yang telah berkenan memenuhi undangan kami, juga kepada para juru warta yang berkenan meliput acara ini. Semoga pertukaran pikiran di antara kita bisa memberi sumbangsih bagi usaha-usaha pembangunan bangsa.
Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 13 September 2019.
Pontjo Sutowo