Kerangka Fikir Diskusi Pembangunan Ranah Material-Teknologikal (Tata Sejahtera)

16455

Term of Reference

Pengembangan ranah material-teknologikal (tata sejahtera) diarahkan untuk menjadi bangsa yang mandiri dan berkesejahteraan umum dengan nilai utamanya berlandaskan sila kelima. Bahwa kemandirian dan kesejahteraan umum hendak diraih dengan mengupayakan perekonomian merdeka; berlandaskan usaha tolong-menolong (semangat koperatif), disertai penguasaan negara atas “karunia kekayaan bersama” (commonwealth) serta atas cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasasi hajat hidup orang banyak; seraya memberi nilai tambah atas karunia yang terberikan dengan input pengetahuan dan teknologi.
Pemangku (agen) utama pengembangan ranah ini adalah rejim ekonomi-produksi dengan priotitas utamanya mengembangkan empat sasaran utama pembangunan tata sejahtera:

  1. Memajukan kemandirian (kedaulatan) dan kemakmuran ekonomi melalui penguasaan dan pengembangan teknologi.
  2. Memperjuangkan politik anggaran yang berpihak pada kesejahteraan umum.
  3. Melembagakan jiwa kooperatif dalam dunia usaha serta mewujudkan sistem koperasi ala Indonesia.
  4. Mengembangkan sistem penguasaan negara atas kekayaan bersama serta atas cabang-cabang poduksi

strategis, dengan menempatkan peran dan fungsi yang tepat bagi BUMN.
FGD putaran pertama dalam pembangunan ranah material-teknologikal akan membahas isu yang keempat. Pengembangan ekonomi pengetahuan (knowledge based economy) demi kemandirian (kedaulatan) dan kemakmuran bangsa itu terasa mendesak ditinjau dari banyak pertimbangan.

Pertama, seperti telah disebutkan dalam TOR Induk, bahwa ide dan peradaban dari suatu kelompok yang dominan dalam penguasaan (sumberdaya) material dan teknologi akan kuat mempengaruhi ide dan peradaban kelompok lain. Menurut Arnold Toynbee, semakin tinggi teknologi sebuah peradaban, makin mudah meradiasi (mempengaruhi) lapisan-lapisan budaya peradaban lain.
Kedua, tidak ada negara yang bisa makmur secara berkelanjutan hanya semata-mata mengandalkan kekayaan sumberdaya alam. Daya sintas kemakmuran lebih terjamin dengan lebih mengandalkan sumberdaya kecerdasan.

Ketiga, menurut pandangan Bung Karno, ciri perekonomian terjajah itu setidaknya ada tiga: (1). Negara tersebut dijadikan sumber bahan baku murah oleh negara-negara industri- kapitalis; (2). Negara tersebut dijadikan sebagai pasar untuk menjual produk-produk hasil industri negara-negara industri-kapitalis; (3). Negara tersebut menjadi tempat memutar kelebihan kapital dari negara-negara industri maju. Situasi perekonomian Indonesia hari ini belum banyak beranjak dari gambaran seperti itu.


Keempat, wacana publik akhir-akhir ini, termasuk pidato Presiden, sering mengeluhkan hambatan kemakmuran yang ditimbulkan oleh gejala de-industrialisasi, defisit perdagangan dan pembayaran, perangkap pendapatan menengah (middle income trap), dan jebakan ekonomi ekstraktif. Namun, nyaris tak ada perhatian politik dan kebijakan strategis untuk melakukan transformasi perekonomian serta prioritas pengembangan industri.


Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Indonesia harus mentransformasikan diri dari perekonomian berbasis ekstraktif, pertanian tradisional, dan manufaktur konvensional menuju ekonomi berbasis pengetahuan dan teknologi (knowledge economy). Selama ini, ukuran yang berkaitan dengan total factor productivity dan knowledge economy index menunjukan betapa rendahnya kontribusi nilai tambah iptek dan tingkat inovasi Indonesia bagi pertumbuhan ekonomi.

Arah kebijakan pengembangan teknologi dan industri kita bisa belajar dari bangsa lain, tetapi tidak perlu sama. Kita bisa memberikan prioritas pada pengembangan Iptek yang bisa memberi nilai tambah terhadap comparative advantage (kekhasan potensi) Indonesia. Lautan yang luas, menunggu sentuhan pengembangan teknologi dan industri kemaritiman. Tanah yang relatif subur, perlu bioteknologi dan agroindustri. Tanaman pangan yang beragam perlu rekayasan teknologi pangan dan industri pengolahan bahan makanan. Kekayaan mineral menanti teknologi pertambangan dan ilmu/teknologi material. Negeri yang indah perlu teknologi dan industri kepariwisataan. Jiwa estetik yang kuat, perlu teknologi dan industri kesenian. Kekayaan sumber energi terbarukan perlu pengembangan teknologi dan industri energi alternatif. Kekayaan keaneragaman tanaman obat menunggu pengembangan teknologi dan industri farmasi, dan seterusnya.

Dengan prioritas pengembangan teknologi dan industri seperti itu, lembaga pendidikan dan riset bisa menentukan area prioritas apa dan jenis SDM seperti apa yang menjadi prioritas pengembangan. Setiap tahun, Lembaga Pengelola Dana Pendikan (LPDP) mengerluarkan begitu banyak uang untuk memberikan beasiswa bagi bibit-bibit talenta muda Indonesia. Tapi sebegitu jauh, belum ada cetak biru yang jelas, area prioritas apa yang menjadi sasaran. Segala pemangku kepentingan harus duduk bersama, untuk merumuskan area prioritas ini, setelah strategi dan prioritas pembangunan ekonomi-industri ditetapkan.

Selain itu, keterkaitan antara aktivitas riset dengan dunia usaha juga perlu diperkuat. Problem riset Indonesia terlalu memusat pada lembaga riset negara. Kurang ada terobosan untuk membawa aktivitas dan hasil riset ke jantung masyarakat. Bagaimana pun juga, riset inovatif itu harus sampai ke pasar. Oleh karena itu, kegiatan riset mestinya menjadi bagian organik dari dunia usaha. Kebijakan yang harus ditempuh, selain melalui pembenahan lembaga-lembaga riset negara–tanpa birokratisasi berlebih lembaga riset negara, juga melalui usaha pembudayaan riset-inovasi di dunia usaha, dengan berbagai kerangka kebijakan fiskal (insentif pajak dan permodalan). Di Amerika, misalnya, anak-anak muda cemerlang dengan ide-ide teknologi inovatif bisa membangun start-up dengan pinjaman modal ventura. Memang tidak semua berhasil; tetapi selalu ada beberapa yang sukses mengembangkan perusahaan berbasis pengetahuan berskala global, seperti microsoft, apple, facebook, dan lain-lain.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, FGD material-teknologikal putaran pertama ini bertujuan untuk mendiskusikan:

  1. Hubungan antara pengembangan teknologi dengan kemandirian (kedaulatan) dan kemakmuran perekonomian suatu bangsa.
  2. Hubungan antara perekonomian berbasis pengetahuan dengan pengembangan ekonomi inklusif dalam mendorong kesejahteraan umum.
  3. Arah prioritas pengembangan teknologi dan industri di Indonesia.
  4. Usaha mendekatkan aktivitas riset perguruan tinggi dan lembaga-lembaga riset negara dengan kebutuhan pasar (masyarakat).
  5. Usaha mendorong dunia usaha untuk mengembangkan riset dan inovasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah pengetahuan dan teknologi bagi kemakmuran bangsa.
  6. Pembagian peran dan fungsi yang tepat antara lembaga riset perguruan tinggi, lembaga riset negara dan lembaga riset perusahaan.

    Terima kasih.