Pembangunan Mental-Spritual melalui Pendidikan dan Kebudayaan

3369

Oleh

ROCHMAT WAHAB

Ketua Dewan Kehormatan Forum Rektor Indonesia

Dosen FIP Universitas Negeri Yogyakarta

PENGANTAR
Pada dasarya manusia diciptakan oleh Tuhan dalam bentuk yang paling sempurna, baik fisik maupun non fisiknya, bahkan disempurnakan dengan spiritualnya. Suatu ciptakan yag lengkap dengan unsur-unsur yang saling melengkapi. Demikian pula, kita sebagai manusia Indonesia telah bersepakat memiliki falsafat hidup, pandangan hidup, dan cita-cita bangsa yaitu Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup tidak hanya mewarnai perilaku pribadi dan kelompok warga Indonesia, melainkan juga mewarnai perilaku bangsa Indonesia.Atas dasar itulah, maka seharusya tidak boleh terjadi benturan perilaku setiap warga Indonesia dengan nilai-nilai Pancasila.
Pancasila sebagai cita-cita bangsa harus menjadi common vision. Konsekuensi logisnya bahwanilai-nilai Pancasilamenjadi salah satu parameter penting dalam menilai perjalanan pemerintahan dan bangsa. Menyadari akan posisi strategis Pancasila, maka pembangunan nasional wajib menempakan aspek mental spiritual sebagai salah komponen penting dalam pembangunan nasional menuju bangsa yang berkarakter dan bermartabat. Dengan demikian nilai keagaam dan kebangsaan menjadi penting dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila pada prakteknya harus membumi, tidak hanya pada tataran abstrak. Untuk itu sangat diperlukan istrumen program pendidikan dan kurikulum pendidikan karakter yang menjadi panduan penting. Demikian juga perlu pengembangan model-model pendidikan dan sosialiasasi yang relevan serta media yang sesuai, sehingga nilai-nilai Pancasila membumi dan memasuki relung-relung kehidupan bangsa.

MENYOROT REVOLUSI MENTAL
Revolusi Mental sempat menghentak di seluruh warga Indonesia pada empat tahun yang lalu di tengah-tengah pengembangan pendidikan karakter. Revolusi Mental merupakan ide yang sangat cerdas, karena di balik itu ada maksud untuk memperbaiki karakter bangsa, yang sedang mengalami krisis moral. Namun seiring dengan perjalanan waktu, Revolusi Mental semakin menghilang dari wacana dan praktek kehidupan kita. Hal ini dibuktikan bahwa perubahan moral kita tidak signifikan, sebagaimana yang diinginkan oleh kebijakan Revolusi Mental. Walaupun secara formal Task Force yang mengawal kebijakan Revolusi Mental masih ada dan dalam batas tertentu juga ada yang masih bekerja.
Padahal esensi gagasan dan spirit Revolusi Mental secara universal dirasakan nilai strategis dan fungsionalnya, sehingga wajar dan sangat dimaklumi di berbagai tempat diterapkan. Ada sejumlah lesson learned yang dapat kita petik.Pertama, bahwa Pembaharuan Pendidikan Abad ke-21 Amerika Seriukat lebih difiokuskan kepada (1) academic achievement, (2) improvement in school climate, (3) increased school, (4) the development of a morally-educated citizenry. Kita semua sangat memahami bahwa dekade-dekade sebelumnya kebijakan Amerika Serikat tidak pernah ikut campur urusan agama warganya, karena itu dianggap bukan domain public, melainkan domainpersonal. Namun apa yang terjadi belakangan ini, bahwa AS sudah mulai memandang pentingnya nilai-nilai religiusitas.Warga negara yang terdidik secara moral menjadi salah satu concern dalam pembaharuan pendidikan.
Kedua, bahwa Guangdong University of Foreign Studies, China dibangun dan dikembangkan belakangan ini yang sudah bersiua 60 tahun berdasarkan tiga nilai, yaiytiu (1() Moral integrity, (2) Exemplary behavior, (3) Conversance with Both Estern and Western Learning. Universitas ini bertumpu oada dua nilai moral Dario tiga nilai yang merupakan suatu suatui langkah Revolusi Mental di China.
Ketiga, bahwa Rasulullah saw menegaskan bahwa kehadiran beliu di atas bumi yang fana ini semata-mata untuk menyempurnakan akhlaq. Innamaa bu’itstu liutammimaa makaarimal akhlaaq (Al Hadits). Akhlaq merupakan sesuatu yang penting dalam peradaban. Karena itu sangat bisa difahami bahwa di antara 100 tokoh dunia yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan peradaban manusia adalah Muhammad. Beliau benar-benar melakukan Revolusi Mental. Yang saat itu memainkan peran yang penting membawa manusia dari kegelapan menuju kea lam yang terang benderang, penuh cahaya kebaikan, sehingga banyak insan yang diselamatkn dari manusia yang tak berada.
Di antara ketiga lesson learneds tersebut menunjkukkan bukti yang sangat kuat bahwa untuk menjaga martabat manusia yang secara fitrah paling baik di antara makhluk lainnya, pembangunan mental-spiritual sangatlah penting. Ketika manusia dalam posisi rusak, terjadi demoralisasi, gaya hidup yang didominasi materi dan dimanjakan dengan poya-poya, terjadinya tindakan saling mengesploitasi, tindakan korupsi sebagai kejahatan yang luar bisa (extraordinary crimes), dan sebagainya, maka di saat itulah dibutuhkan upaya penyelamatan manusia. Langkah yang dipilih dan diupayakan memiliki nilai strategis adalah Revolusi Mental.
Kebijakan Revolusi Mental yangsemula sangat menjanjikan, karena ide utamanya memang sangat terpuji untuk penyelamatan asset bangsa. Namun prakteknya tidak semulus dan selancar yang diharapkan, sehingga terjadi adanya (Revolusi Mental) seperti tidak adanya atau wujuduhu kaadamihi.Korupsi yang bertentangan dengan misi Revolusi Mental sangatlah destruktif, yang tidak hanya merusak manusianya, melainkan juga merusak tatanan kelembagaan negara dan lingkungan sosial dan fisik, bahkan merusak alam dan sekitarnya. Korupsi memiliki kaitan yang sangat panjang dalam rantai kehidupan.
Menyadari akan kondisi bangsa, terutama sejumlah tokoh, yang masih jauh dari praktek perilaku bermoral dan berkarakter, maka pembangunan mental-spiritual masih sangat dibutuhkan.

ESENSIPEMBANGUNAN MENTAL SPIRITUAL
Pada dasarnya manusia itu berharga tidak cukup dengan unsur fisik dan mental, melainkan harus disempurnakan dengan unsur spiritual. Demikian juga berlaku, bahwa manusia tidak cukup dengan mengandalkan kecerdasan intellectual (Intellectual Intelligence)dan kecerdasan emosional (Emotional Intelligence), melainkan juga membutuhkan kecerdasan spiritual (Spiritual Intelligence). Dewasa ini manusia untuk dapat meraih kehidupan yang utama, cenderung lebih mengutamakan kecerdasan spiritual, di samping kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual diyakini lebih mampu menjaga dan meningkatkan martabat dan karakter. Jika bangsa Indonesia secara keseluruhan mampu memprioritaskan pentingnya kecerdasan intellectual, tentu bangsa Indonesia mudah membangun kehidupan yang damai dan makmur. Pada prakteknya tidaklah mudah. Tanpa melihat agamanya, memang masih banyak warga Indonesia yang belum menunjukkan pentingnya kecerdasan spiritual.
Umumnya manusia di dunia, yang tidak percaya hidup sesudah mati, lebih berorientasi pada hubungan intrapersonal dan interpersonal. Karena itu mereka menganggap bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual dan sosial sangatlah penting. Namun manusia yang percaya hidup sesudah mati, meyakini bahwa manusia tidak hanya cukup dalam hidupnya yang hanya berorientasi pada hubungan intrapersonal dan interpersonal, melainkan juga hubungan transendental, atau hubungan vertikal, yang kental dengan nilai-nilai spiritual. Bahkan dalam memahami manusia secara komprehensif harus terbangun secara seimbang di antara ketiganya.
Warga Indonesia, tidak boleh hidupnya terlalu menonjolkanbidang intelektual/akademik saja, melainkan juga seharusnya menempatkan bidang moralitas/budi pekerti pada posisi terhormat. Manusiayang menempatkan agama pada posisi terhormat akan mampu memberikan pencerahan hidupnya baik sebagai pribadi maupun sebagai bangsa.
Belakangan ini semakin kencang adanya keinginan yang kuat untuk membumikan nilai-nilaiagama yang semakin meluas aspeknya, yang dulu lebih pada amalan-amalan khusus, sekarang secara berangsur-angsur meningkatkan amalan umumbaik kauntitas maupun kualitas dalam kehidupan sehari-hari.

ORIENTASI PEMBANGUNAN MENTAL-SPIRITUAL
Dalam pembangunan mental spiritual, ada sejumlah orientasi. Pertama, dalam mewujudkan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak hanya berfokus pada penguasaan substansi keagamaan dan penguatan nilai-nilai ketuhanan (aqidah), melainkan juga tentang cara beragama yang benar. Dengan begitu diharapkan menjadi penganut agama yang moderat (mutawashit), tidak menjadi penganut agama fanatik (kanan) yang tidak toleran (taasamuh).
Kedua, dalam mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai mental spiritual juga harus mewarnai. Bagaimana nilai-nilai keadilan yang didasarkan pada ajaran agama tidak boleh diabaikan. Keadilan untuk semua dan tidak ada diskriminasi dalam perlakuan hukum. Demikian juga nilai-nilai keadaban yang merupakan sesuatu yang sangat esensial dalam kehidupan ummat beragama. Ingat, bahwa Rasulullah dibangkitkan di bumi-semata untuk menyepurnakan budi pekerti (akhlaq). Perilaku-perilaku yang tak beradab harus diakhiri, tanpa memperhatikan latar belakang agama, suku, budaya, dan jenis kelamin.
Ketiga, dalam mewujudkan nilai-nilai persatuan Indonesia, nilai-nilai mental-spiritual juga tidak dapat diabaikan. Bahwa cinta tanah air adalah sebagian daripada iman. Demikian juga sesungguhnya kita manusia, bangsa di Indonesia, yang kelahirannya diawali oleh Nabi Adam dan Ibu Hawa,yang selanjutnya menurunkan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal dan saling menolong. Perbedaan yang menjadi fitrah bangsa Indonesia harus dilihat dari sisi positif dan kekuatannya. Dalam perjalanan sejarah, Indonesia tidak hanya belasan, tetapi puluhan kekuatan melalui kerajaan dan kesultanan, tidak sanggup dan berhasil melawan penjajah. Dengan adanya persatuan dan kesatuan, yang diawali dengan Gerakan Budi Utama, Sumpah Pemuda, dan akhirnya berhasil meraih puncak Kemerdekaan Republik Indonesia.

GERAKAN PENDIDIKAN KARAKTER
Pembangunan mental-spiritual yang memiliki nilai strategis dalam membanguninsan Indonesia yang berkarakter dan bermartabat sangatlah penting. Di Era Desrupsi, setiap individu harus berintegritas, sehingga tidak mudah terpengaruh dan tergoyahkan dari desakan pihak lain. Di masa yang penuh kekacauan ini orang-orang terdidik, para santri, para mahasiswa, para pelajar, aktivis organisasi kader, organisasi mahasiswa professional, dan sebagainya, seharusnya meluruskan niat untuk sama-sama perjuangkan NKRI.
Strategi yang efektif untuk mensukseskan pembangunan mental-spiritual adalah gerakan pendidikan karakter. Gerakan pendidikan karakter, bisa dilakukan melalui bidang pendidikan dan bidang non pendidikan (seluruh bidang). Gerakan pendidikan karakter bidang pendidikan bisa melalui jalur pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan non-formal.
Pendidikan karakter melalui jalur informal sangat bertumpu pada keluarga, terutama orangtua sebagai pendidik pertama dan utama, di samping orang dewasa dan babby sitter atau pengasuh yang ada di rumah. Keluarga harus mampu menanamkan nilai-nilai moral sejak dini. Terutama di masa-masa emas, yang sangat strategis dalam membangun fundasi nilai. Pendidikan nilai dilakukan dengan penuh kasih sayang dan keteladanan dalam berbagai aspek kehidupan. Menyiapkan fasilitas dan media untuk pendidikan budi pekerti dan akhkaq.
Pendidikan karakter melalui pendidikan nonfomal juga perlu dilakukan untuk melengkapi dan mengisi waktu anak secara produktif. Bahkan boleh jadi waktu sebagian besar anak-anak ada di luar riumah dan sekolah. Karena itu mencari tempat tinggal dengan lingkungan yang baik dan mengawal anak mencari teman yang baik perlu dilakukan. Mencari teman yang baik juga perlu dan melindungi anak dari pertemanan dengan anak yang kurang baik sangat diperlukan. Fasilitasi anak untuk ikuti kegiatan di rumah ibadah adalah penting.Bahkan sampai mengupayakan belajar secara privat juga bisa dilakukan. Yang jelas pembinaan dan pengawasan anak selama 24 jam harus menjadi concern utama orangtua. Ibu dan ayah harus saling melengkapi dalam membimbing dan mendidik anak untuk menuju wujud anak yang diimpikan, yaitu anak yang taat kepada Tuhannya, berbakti kepada kedua orang, berbuat baik kepada guru, sesepuh keluarga, berbuat baik dengan masyarakat, dan bangsa. Akhirnya yang tidak bisa dipungkiri bahwa pesantren sebagai salah satu contoh unit pendidikan nonformal dalamm batas tertentu telah berhasil membangun karakter santri yang tidak kalah dibandingkan dengan institusi pendidikan.
Pendidikan karakter melalui pendidikan formal perlu dilakukan dengan membangun institusi pendidikan formal yang memliki visi dan misi sesuai dengan visi dan misi pendidikan nasional, di samping sesuai dengan visi yayasan penyelenggara layanan pendidikan. Berkenaan dengan materi pendidikan karakter, bisa dalam bentuk program terpisah(separated curriculum), misalnya melalui mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewargaan Negara. Juga program terpadu (integrated curriculum), bahwa nilai-nilai agama dan moral dimasukkan ke dalam seluruh mata pelajaran. Materinya dipastikan mengandung sejumlah nilai dan moralitas yang sengaja dimasukkan ke dalam materi kurikulum. Dilanjutkan dengan penyusunan Rencana Pembelajaran, yang di dalamnya, di samping ada rumusan instructional effect, ada rumusan nurturant effect yang isinya tentang nilai-nilai moral yang perlu diinternalisasikan. Dengan begitu materi dan proses pembelajaran tidaklah kering nilai.
Tenaga Kependidikan dan Pendidik memegang peran yang sangat strategis dalam proses pendidikan karakter. Pendidik seharusnya memodifikasi materi dan rencana pembelajaran serta mewarnai proses pembelajaran yang meaningfull. Yang bertanggung jawab untuk menginternalisasikan nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan.
Selain daripada itu untuk menilai keberhasilan pembelajaran, sistem penilaian juga perlu sekali mempertimbangkan aspek nilai. Bahwa nilai akademik bukanlah segala-galanya, melainkan nilai atau prestasi akademik masih bisa dikoreksi dengan moralitas, akhlaq, atau budi pekerti peserta didik. Juga sebaliknya moralitas, akhlaq atau budi pekerti bisa me-make up nilai akademik, dalam batas tertentu yang masih bisa dibenarkan oleh prinsip-prinsip akademik.
Lingkungan fisik dan sosial juga sangat menentukan keberhasilan pendidikan karakter. Karena apapun baiknya program pendidikan karakter, konteks tempat dan lingkungan menjadi faktor penting bagaimana pendidikan karakter bisa fungsional.
Demikian juga posisi media massa dan IT di era digital tidak bisa diabaikan dalam implementasi pendidikan karakter. Tidak hanya terkait dengan substansi, melainkan juga terkait posisinya sebagai instrument atau media untuk pendidikan karakter. Di era milenial ini, tidak bisa pungkiri efektivitas pendidikan karakter sangat ditentukan oleh format softwar.

PENUTUP
Pada dasarnya pembangunan mental-spiritual merupakan esensi dalam membentukbangsa berperadaban. Strategi yang paling efektif dalam pembangunan mental spiritual adalah pendidikan, terutama bertumpu pada pendidikan karakter. Untuk mensukseskan Pendidikan karakter perlu diwujudkan dengan gerakan pendidikan karakter yang melibatkan semua yang terkait. Hakl berkonsekuensi logis pada optimalisasi ketiga jalur pendidikan yang saling melengkapi. Pendidikam karakter dalam perjalanannya diperkuat dengan kebijakan Revolusi Mental yang diharapkan mampu mengakselerasi tercapainya tujuan pendidikan karakter. Karena political will dan keteladanan kurang nampak secara signifikan, maka Revolusi Mental gaungnya semakin hari semakin menghilang, bahkan di arena Debat Cawapres kemarin nampak, tapi kurang greget (kesan subyektif). Padahal esensi Pendidikan Karakter memiliki nilai strategis